Senin, 30 Mei 2011

KONTRASEPSI UNTUK KELUARGA BERENCANA


Diposkan  oleh : Suzan, 23 Juni 2008
Kontrasepsi berasal dari kata Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut.
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Untuk optimalisasi manfaat kesehatan KB, pelayanan tersebut harus disediakan bagi wanita dengan cara menggabungkan dan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi utama dan yang lain. Juga responsif terhadap berbagai tahap kehidupan reproduksi wanita. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita.
Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metode-metode tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual, dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam memilih suatu metode, wanita harus menimbang berbagai faktor, termasuk status kesehatan mereka, efek samping potensial suatu metode, konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya keluarga yang diinginkan, kerjasama pasangan, dan norma budaya mengenai kemampuan mempunyai anak.
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Namun demikian, meskipun telah mempertimbangkan untung rugi semua kontrasepsi yang tersedia, tetap saja terdapat kesulitan untuk mengontrol fertilitas secara aman, efektif, dengan metode yang dapat diterima, baik secara perseorangan maupun budaya pada berbagai tingkat reproduksi. Tidaklah mengejutkan apabila banyak wanita merasa bahwa penggunaan kontrasepsi terkadang problematis dan mungkin terpaksa memilih metode yang tidak cocok dengan konsekuensi yang merugikan atau tidak menggunakan metode KB sama sekali.
Perasaan dan kepercayaan wanita mengenai tubuh dan seksualitasnya tidak dapat dikesampingkan dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan kontrasepsi. Banyak wanita tidak bersedia mengubah siklus normalnya, karena takut bahwa perdarahan yang lama dapat mengubah pola hubungan seksual dan dapat mendorong suami berhubungan seks dengan wanita lain. Siklus yang memanjang atau perdarahan intermiten dapat membatasi partisipasi dalam aktivitas keagamaan maupun budaya. Oleh karena itu, pendapat suami mengenai KB cukup kuat pengaruhnya untuk menentukan penggunaan metode KB oleh istri. Karena wanita mempunyai semacam kendali apabila mereka bertanggung jawab dalam penggunaan kontrasepsi. Dilain pihak, mereka juga dapat merasa kecewa karena harus menolak permintaan seks pasangannya dan memikul beban berat dari setiap efek samping dan risiko kesehatan. Wanita mungkin takut, karena alasan kesopanan atau rasa malu, untuk berbicara dengan pasangannya, baik tentang KB maupun menolak keinginan pasangannya untuk berhubungan ataupun mempunyai anak. Akhirnya, beberapa wanita memilih menggunakan kontrasepsi tanpa sepengetahuan pasangannya.
Dalam tulisan ini akan diuraikan beberapa cara dan pemakaian alat kontrasepsi, serta kelebihan dan kekurangan masing-masing kontrasepsi. Tulisan ini diharapakan dapat memberi masukan dan menambah pengetahuan bagi wanita untuk memilih alat kontrasepsi yang tepat.
Di Negara ini juga dengan mudah mereka akan memperoleh morning after pil di apotik- apotik terdekat dengan harga yang bervariasi tergantung kualitas dan perusahaan farmasi yang memproduksinya. Sekitar 20 %  After morning pil ini, banyak di konsumsi oleh warga Amerika bila kehamilan tidak di inginkan padahal hubungan seks tanpa perlindungan sudah terlanjur terjadi, misalnya pada pasangan usia subur (PUS), pada saat berhubungan tidak menggunakan alat perlindungan, hal ini di karenakan oleh kesibukan mereka dan kebanyakan dari wanita Amerika menginginkan berat badan yang ideal, sehingga kontrasepsi darurat merupakan pilihan yang tepat bagi wanita Amerika, di karenakan kontrasepsi darurat ini tidak mempunyai efek samping yang menambah berat badan (kegemukan).(Thomson, 2006)

Rabu, 25 Mei 2011


INDUKSI PADA SAAT PERSALINAN

Setiap wanita hamil tentu sangat menantikan saat kelahiran buah hatinya. Tetapi, apa jadinya bila setelah lewat 9 bulan masa kehamilan, tanda akan segera melahirkan belum juga terlihat? Tentu saja, kehamilan harus dihentikan. Salah satu cara yang dapat ditempuh, adalah melalui proses induksi.
Dengan kata lain, induksi dilakukan untuk mengakhiri kehamilan, dan memulai persalinan. Induksi pun dilakukan sebagai upaya mempermudah mengeluarkan bayi dari rahim secara normal. ’’Biasanya, ketika hamil dan akan memasuki proses persalinan, ibu hamil akan mengalami kontraksi secara spontan. Namun, jika kontraksi tidak juga timbul, maka akan dilakukan induksi,’’kata dr Ekarini Aryasatiani, SpOG, spesisialis obstetri dan ginekolog, RS St Carolus, Jakarta.
World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2009 terdapat 500 ribu ibu hamil, didapat sebanyak 200 ribu ibu hamil yang dilakukan induksi pada saat persalinan di seluruh dunia,  sedangkan 300 ribu lain melakukan persalinan dengan sectio caesar  (WHO, 2009). Saat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin sering dilakukan. American College of Obstetricians and Gynecologists (1999) berdasarkan resiko persalinan yang berlangsung secara cepat, tidak mendukung tindakan ini kecuali untuk indikasi-indikasi tertentu (rumah parturien yang jauh dari rumah sakit atau alasan psikososial).
Luthy dkk (2002): Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan kenaikan angka kejadian tindakan sectio caesar. Hoffman dan Sciscione (2003): Induksi persalinan elektif menyebabkan peningkatan kejadian sectio caesar 2 – 3 kali lipat. Menurut data dari World Health Organization, bahwa di Negara berkembang banyak terjadi. Induksi persalinan elektif pada kehamilan aterm sebaiknya tidak dilakukan secara rutin mengingat bahwa tindakan sectio caesar dapat meningkatkan resiko yang berat sekalipun jarang dari pemburukan out come maternal termasuk kematian. Induksi persalinan eletif yang dirasa perlu dilakukan saat aterm ( ≥ 38 minggu) perlu pembahasan secara mendalam antara dokter dengan pasien dan keluarganya.
Hasil survei demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah kasus pada ibu hamil yang dilakukan induksi pada saat persalinan sebanyak 250 ibu hamil, yang didapat dari hasil penelitian yang dilakukan di sejumlah rumah sakit umum di Indonesia. (Depkes RI, 2009)
Induksi sendiri, lanjutnya, dapat diartikan sebagai upaya untuk memunculkan His. ’’His merupakan jenis kontraksi yang sifatnya teratur. Frekuensinya pun makin lama makin sering, dan rasanya makin kuat,’’ucapnya. Berbeda dengan His, kontraksi bersifat hilang-timbul tidak beraturan.Induksi pesalinan yaitu suatu tindakan yang dilakukan terhadap ibu hamil yang belum inpartu untuk merangsang terjadinya persalinan. Induksi persalinan terjadi antara 10% sampai 20% dari seluruh persalinan dengan berbagai indikasi baik dari ibu maupun dari janinnya (Wing DA, 1999).
Indikasi terminasi kehamilan dengan induksi adalah KPD, kehamilan post term, polyhidramnion, perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta), riwayat persalinan cepat, kanker, PEB, IUFD (Orge Rost, 1995).
Hasil survey yang dilakukan oleh Depkes Sumatera Utara ditemukan sebanyak 250 ibu hamil per bulan dilakukan induksi saat persalinan akan dilakukan. (Depkes SUMUT, 2009)
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan, yaitu dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada dengan menimbulkan mulas/his. Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal.

Selasa, 24 Mei 2011


Cacar Air (Varisela)
Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini dikenal dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan nama Chicken – pox.
Varisela adalah Penyakit Infeksi Menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster, ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit. Dengan gejala-gejala demam dan timbul bintik-bintik merah yang kemudian mengandung cairan. Cacar air merupakan infeksi sangat menular yang disebabkan oleh virus varisela zoster.
Varisela merupakan penyakit yang terutama menyerang anak-anak dan jarang dijumpai pada kehamilan dan nifas. Meskipun pada umumnya penyakit ini merupakan penyakit yang ringan, namun pada wanita hamil bisa bermanifestasi lebih berat dan menyebabkan partus prematurus dan kelainan kongenital. Penyebab dari penyakit ini adalah virus varicella zoster (VZV) yang dapat juga menyebabkan herpes zoster.
Menurut data WHO, Di Amerika Serikat, balita yang terserang penyakit varicella (cacar air) per tahun sekitar 200 ribu orang.. Setiap tahun diperkirakan sekitar 25%-45% ibu membawa anaknya ke rumah sakit untuk berobat karena penyakit vericella dan sekitar 15% balita mengalami penyakit varicella yang serius. Prevalensi penyakit varicella pada balita cukup tinggi yaitu sekitar 58 % pada tahun 2010.(World Health Organization, 2010)
Diagnosis Varisela maupun Herpes Zoster mudah ditegakkan, karena mempunyai lesi yang khas, namun dalam beberapa hal patut mendapat perhatian khusus, seperti pada individu dengan imunokompromis, penderita yang mendapat terapi kortikostroid. Pada wanita hamil yang rentan terhadap banyak infeksi dan penyakit menular , infeksi varisela cendrung lebih parah, Paryani dan Arvin (1986) pernah melaporkan bahwa 4 dari 43 orang atau sekitar 10% dari wanita yang hamil yang terinfeksi varisela menderita pneumonitis. Varisela dalam kehamilan dibagi dalam bagian yaitu, teratogenik, congenital, dan post natal. Disamping itu terdapat juga infeksi pada perinatal dan orang-orang dengan sistem imun yang rendah. Manifestasi klinis dari janin tergantung kepada waktu terinfeksinya ibu selama kehamilan atau setelah persalinan yang berhubungan dengan imunitas yang diberikan melalui plasenta ke janin.8
Beberapa tes diagnostik dalam menegakkan infeksi diagnosis infeksi varisela, dapat dilakukan , yang berbeda sensitifitas dan spesifisitasnya. Pada infeksi teratogenik varisela- zoster, tes fluorescent antibody to membrane antigen (FAMA) yang mengukur antibodi untuk VZV, dimana menetapnya antibody lebih dari 6-8 bulan mendukung adanya infeksi intra uterin. Sedangkan pada Kongenital varisela – zoster dapat diukur dengan Tzank smear, atau kultur jaringan, tes serum antibody VZV.
Menurut data Depkes RI, Balita yang terserang penyakit varicella (cacar air) sekitar 750 ribu orang.. Setiap tahun diperkirakan sekitar 35%-40% ibu melaporkan anaknya untuk mendapatkan vaksin ke rumah sakit karena penyakit vericella dan sekitar 20% balita mengalami penyakit varicella yang serius. Prevalensi penyakit varicella pada balita cukup tinggi yaitu sekitar 69 % pada tahun 2010.(Depkes RI, 2010)
Penatalaksanaan yang dilakukan pada varisela dalam kehamilan , tidak terlepas dari waktu ekspose, keadaan sistem imun, komplikasi yang terjadi. Jika wanita hamil kontak dengan varisela, tingkat ekpose dan status imunnya harus dinilai pertama sekali. Riwayat yang jelas dari infeksi varisela pada masa lampau selalu merupakan indikator yang dapat dipercaya bahwa sudah adanya imunitas. Sangat disarankan bahwa wanita hamil dengan infeksi varisela harus dimonitor dan di anjurkan untuk dirawat di rumah sakit, karena pneumonia dan episode yang berat dari varisela pada orang dewasa, sebaiknya diterapi dengan acyclovir intra vena selama lebih kurang 7 hari, disamping terapi lainnya.
Pencegahan terhadap infeksi VZV dapat diberikan antara lain dengan imunisasi pasif, aktif atau pemberian kemoterapi antiviral,. Pencegahan terutama ditujukan pada individu dengan resiko tinggi. Terhadap ibu hamil imunisasi yag dipakai adalah varisela zoster immune globulin, sehingga dapat melindungi ibu hamil dari infeksi varisela-zoster, begitu juga terhadap bayi baru lahir.menurut penelitian yang dilakukan Abdullah di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, balita yang mengalami penyakit vericella (cacar air) sekitar 500 orang setiap tahun pada tahun 2009, keadaan ini akan meningkat pada tahun 2011 apabila ibu-ibu hamil tidak mendapatkan vaksin saat hamil, pada tahun 2010 didapatkan 590 balita yang terserang penyakit vericella (cacar air)    
Cacar air dijangkiti melalui batuk dan bersin serta sentuhan langsung dengan cairan dalamlepuh cacar air. Penyakit ini biasanya tidak parah dan hanya singkat di kalangan anak sehat; adakalanya cacar air akan menjadi penyakit yang lebih parah, misalnya infeksi bakteri pada kulit yang mengakibatkan bekas luka, radang paru-paru, atau radang otak. Orang dewasa yang menderita infeksi cacar air pada umumnya mengalami gejala yang lebih parah. Cacar air mungkin menimbulkan risiko terhadap bayi dalam kandungan jika terjangkit sewaktu hamil. Cacar air dapat menyebabkan penyakit parah, bahkan maut, pada tiap golongan usia. Waktu inkubasi untuk cacar air adalah 10 sampai 21 hari, diikuti dengan ruam berbintik merah pada mulanya, yang kemudian menjadi lepuh dalam waktu beberapa jam. Bintik-bintik ini biasanya timbul di badan, muka dan bagian tubuh yang lain. Banyak orang yang menderita infeksi cacar air mengalami demam dan merasa kurang sehat dan mungkin merasa gatal sekali. Siapapun yang belum pernah menderita cacar air dapat terjangkit. Siapapun yang pernah menderita cacar air dianggap kebal dan tidak memerlukan vaksin. Sekitar 75% dari masyarakat menderita infeksi cacar air sebelum usia 12 tahun.

LANSIA
Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi dengan baik. Masyarakat awam belum begitu mengenal gangguan tidur sehingga jarang mencari pertolongan. Pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada orang yang meninggal karena tidak tidur adalah tidak benar.
Beberapa gangguan tidur dapat mengancam jiwa baik secara langsung (misalnya insomnia yang bersifat keturunan dan fatal dan apnea tidur obstruktif) atau secara tidak langsung misalnya kecelakaan akibat gangguan tidur. Menurut data WHO, Di Amerika Serikat, lansia yang mengalami gangguan tidur per tahun sekitar seratus juta orang. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67 % pada tahun 2010.(World Health Organization, 2010)
Walaupun demikian, hanya satu dari delapan kasus yang menyatakan bahwa gangguan tidurnya telah didiagnosis oleh dokter. Lansia dengan depresi, stroke, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes, artritis, atau hipertensi sering melaporkan bahwa kualitas tidurnya buruk dan durasi tidurnya kurang bila dibandingkan dengan lansia yang sehat. Gangguan tidur dapat meningkatkan biaya penyakit secara keseluruhan. Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang signifikan.
Ada beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka sakit jantung dan kanker lebih tinggi pada seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per hari bila dibandingkan dengan seseorang yang lama tidurnya antara 7-8 jam per hari.
Menurut data Depkes Indonesia, lansia yang mengalami gangguan tidur per tahun sekitar 750 orang. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Setiap tahun diperkirakan sekitar 35%-45% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 25% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 50 % pada tahun 2009.(Depkes RI,2010)
Berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat kelompok yaitu, gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental lain, gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi oleh zat. Gangguan tidur-bangun dapat disebabkan oleh perubahan fisiologis misalnya pada proses penuaan normal. Riwayat tentang masalah tidur, higiene tidur saat ini, riwayat obat yang digunakan, laporan pasangan, catatan tidur, serta polisomnogram malam hari perlu dievaluasi pada lansia yang mengeluh gangguan tidur. Keluhan gangguan tidur yang sering diutarakan oleh lansia yaitu insomnia, gangguan ritme tidur,dan apnea tidur. Makalah ini akan membahas tentang diagnosis gangguan tidur tersebut serta cara penatalaksanaannya.
Menurut data Depkes Sumatera Utara, lansia yang mengalami gangguan tidur per tahun sekitar 250 orang data didapat dari hasil penelitian di setiap rumah sakit yang ada di Sumatera Utara . Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Setiap tahun diperkirakan sekitar 15%-30% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 32% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 75 % pada tahun 2010.(Depkes Sumatera utara, 201)