Selasa, 14 Juni 2011

Primigravida


Diposkan oleh :  cintya, Amkeb
Primigravida adalah wanita yang hamil untuk pertama kalinya ( Kamus Kedokteran Dorlan), Masa kehamilan ini dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin (Sarwono Prawirohardjo, 2002 :89). Menurut Nell (1999) Ibu primigravida adalah seorang wanita yang pertama kali hamil. Selanjutnya menurut Sastrowinoto (1983) bahwa kehamilan terjadi kalau ada pertemuan dan pertemuan antara sel telur (ovum) dan sel mani (spermatozoa). Menurut data World Health Organization (WHO), kejadian ibu primigravida yang meninggal sebanyak 365 dari 1.563 ibu primigravida. (WHO,2008). Arti hamil atau kehamilan adalah suatu keadaan dalam seseorang wanita mengandung sel telur dibuahi oleh sperma, sebagian tubuh ibu hamil tersebut mengadakan keseimbangan untuk menyesuaikan diri dengan adanya individu tersebut (sarwono Prawirohardjo, 2005)
Di Indonesia, prevalensi kematian ibu primigravida sebanyak 230 orang dari 750 orang ibu primigravida. (Siswanto, 2008). Kehamilan pertama merupakan pengalaman baru yang dapat menjadi faktor yang menimbulkan stres bagi suami istri. Beberapa stressor ada yang dapat diduga dam ada yang tidak dapat diduga atau tidak terantisipasi misalnya komplikasi persalinan. Persulitan menurut adaptasi fisika, psikologis dan sosial dari kedua pasangan (Endjun, 2002)
Penyebab langsung berkaitan dengan kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan, dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu. Di Sumatera Utara, kematian ibu primigravida pada tahun 2008 sebanyak 134 orang dari 780 ibu primigravida. (Ayu, 2008).  Dari hasil survei (SKRT, 2001) diketahui bahwa komplikasi penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (eklampsia), infeksi, partus lama, dan komplikasi keguguran. Angka kematian bayi baru lahir terutama disebabkan oleh antara lain infeksi dan berat bayi lahir rendah. Kondisi tersebut berkaitan erat dengan kondisi kehamilan, pertolongan persalinan yang aman, dan perawatan bayi baru lahir.  Pencegahan Kegiatan imunisasi pada bayi harus dipertahankan atau ditingkatkan cakupannya sehingga mencapai Universal Child Immunization (UCI) sampai di tingkat desa.

Selasa, 07 Juni 2011

Penyakit Pada Balita

Diposkan oleh : Sukma sari, Am Keb
Pertusis adalah infeksi saluran pernapasan akut berupa batuk yang sangat berat atau batuk intensif. Nama lain tussis quinta, wooping cough, batuk rejan
Penyebab pertusis adalah Bordetella pertusis atau Hemopilus pertusis. Bordetella pertusis adalah suatu kuman yang kecil ukuran 0,5-1 um dengan diameter 0,2-0,3 um , ovoid  kokobasil, tidak bergerak, gram negative , tidak berspora, berkapsul dapat dimatikan pada pemanasan 50ºC tetapi bertahan pada suhu tendah 0- 10ºC dan bisa didapatkan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring penderita pertusis yang kemudian ditanam pada media agar Bordet-Gengou.Tersebar diseluruh dunia . ditempat tempat yang padat penduduknya dan dapat berupa endemic pada anak. Merupakan penyakit paling menular dengan attack rate 80-100 % pada penduduk yang rentan. Bersifat endemic dengan siklus 3-4 tahun antara juli sampai oktober sesudah akumulasi kelompok rentan,  Menyerang semua golongan umur yang terbanyak balita sebanyak 55% dari 150 balita atau sebanyak 83 balita yang menderita penyakit pertusis. ( Amerika tahun 2007).
Bordetella pertusis merupakan bakteri penyebab penyakit batuk rejan (Whooping caugh). B. Pertusis adalah bakteri coccobacilus  gram negatif aerob yang berukuran sangat kecil dan hidup secara tunggal atau berpasangan. Metabolismenya adalah respirasi, tidak pernah fermentasi, dan secara taksonomi B. Pertusis ditempatkan pada ``Gram-negative Aerobic Rods and Cocci`` dalam taksonomi Bergey. Bakteri ini dapat dibiakkan dalam media kaya yang disuplemen dengan darah. Bakteri ini dapat ditumbuhkan pada medium yang terdiri dari buffer, garam dan sumber energi asam amino dan faktor penumbuh seperti nikotinamid.
Menurut data dari World Helath Organization, di Negara-negara berkembang banyak nya kasus pertusis terjadi pada anak-anak dan orang dewasa, yang dilakukan penelitian pada tahun 2010 dinegara berkembang seperti amerika, china, jepang, dan korea. Angka kematian yang diakibatkan penyakit pertusis pada balita sebanyak 56 balita.(WHO, 2010)
 Bakteri B. Pertusis berkoloni pada silia dari sel-sel epitel  pernapasan manusia. Secara umum B. Pertusis tidak menginvasi jaringan, namun ada juga yang terdapat dalam makrofag alveolar. Bakteri ini bersifat patogen pada manusia dan beberapa macam primata tingkat tinggi lainnya. B. Pertusis dapat menghasilkan bermacam substansi dengan aktivitas racun yang dapat digolongkan ke dalam golongan eksotoksik dan endotoksik. Sekretnya memiliki adenilat siklase yang memasuki sel mamalia. Racun ini aktif secara lokal dan mengurangi aktivitas fagosit dan kemungkinan mambantu organisme untuk melakukan permulaan infeksi. Adenilat siklase diketahui sebagai hemolosin karena ia dapat melisiskan sel darah merah. Faktanya, ia bertanggung jawab terhadap keberadaan zona hemolisis sekitar koloni B. Pertusis yang ditumbuhkan dalam medium agar darah.
Selain itu racun yang dihasilkan oleh B. Pertusis adalah letal toksin atau biasa dikenal dengan sebutan dermonecrotic toxin yang menyebabkan inflamasi dan nekrosis lokal pada sisi B. Pertusis berada. Racun lain yang dihasilkan adalah tracheal cytotoxin yang beracun bagi epitel bersilia trakhea dan menghentikan detakan silia sel. Tracheal cytotoxin adalah fragmen peptidoglikan, yang tampak pada cairan ekstra sel dimana bakteri tumbuh secara aktif. Substansi ini membunuh sel bersilia dan menyebabkan ekstruksi mukosa. Bahan ini dapat merangsang pelepasan cytokinIL-1, dan juga menyebabkan demam. Menurut data dari Survey Demografi Kesehatan Indonesia, penyakit pertusis sering terjadi pada anak-anak,  yang dilakukan penelitian pada bulan mei 2010 di beberapa kota di indonesia. (Depkes RI, 2010)
Produk racun lain yang dihasilkan bakteri ini adalah pertusis toxin (PTx). Bahan ini adalah protein yang memperantarai kolonisasi dan tahaptoxoemic dari penyakit. PTx adalah dua komponen yakni eksotoksin A+B dari bakteri. Sub unit A adalah ADP ribosil transferase, sedangkan komponen B terdiri dari lima sub unit polipeptida. Terikat pada karbohidrat spesifik di permukaan sel. PTx ditransformasikan dari sisi tempat tumbuh B. Pertusis menuju ke berbagai macam sel yang dapat menerima dan jaringan dari inang. Setelah itu diikuti dengngan pengikatan komponen B pada sel inang, dan subunit A dimasukkan melalui mekanisme pemasukan secara langsung. Subunit A bekerja secara enzimatis dan mentransfer ADP ribosil meioty dari NAD menuju ke membran, terikat protein Gi yang secara normal menghambat adenilat siklase eukariot. Konversi dari ATP menjadi AMP tidak dapat dihentikan dan level cAMP selular meningkat.
Hal ini menyebabkan penurunan fungsi kerja sel. Dan dalam kasus fagositosis, penurunan aktivitas fagosotik seperti kemotaksis dan oksidatif. Efek sistemik dari racun ini termasuk limpositosis dan alternasi dari aktivitas hormonal yang diatur oleh cAMP, seperti peningkatan produksi insulin, dan peningkatan sensivitas histamin. PTx juga dapat mempengaruhi pada sistim kekebalan tubuh. Sel B dan sel T yang meninggalkan sistem limfatik menunjukkan ketidak mampuan untuk kembali. Alternasi ini yakni respon AMI dan CMI mungkin menjelaskan frekuensi yang tinggi dari infeksi sekunder yang menyebabkan pertusis. Menurut Survey yang dilakukan Depkes medan, dikota meda pertusis sering terjadi pada anak, sebanyak 56 balita yang terserang penyakit pertusis.(Depkes Medan, 2010). Di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan, prevalensi penyakit pertusis pada balita sebanyak 25 balita. (William, 2009)
Sedangkan di Kabupaten Deli Serdang, penelitian yang dilakukan siswanto, didapatkan kasus pertusis sekitar 250 kasus yang didata dari rumah sakit yang ada Kab. Deli Serdang, sebanyak 78 balita yang terserang penyakit pertusis. Yang diakibatkan oleh lambat nya orangtua dari si anak untuk berobat kerumah sakit atau tempet pelayanan kesehatan terdekat. (siswanto, 2009)