INDUKSI PADA SAAT PERSALINAN
Setiap wanita hamil tentu sangat menantikan saat kelahiran buah hatinya. Tetapi, apa jadinya bila setelah lewat 9 bulan masa kehamilan, tanda akan segera melahirkan belum juga terlihat? Tentu saja, kehamilan harus dihentikan. Salah satu cara yang dapat ditempuh, adalah melalui proses induksi.
Dengan kata lain, induksi dilakukan untuk mengakhiri kehamilan, dan memulai persalinan. Induksi pun dilakukan sebagai upaya mempermudah mengeluarkan bayi dari rahim secara normal. ’’Biasanya, ketika hamil dan akan memasuki proses persalinan, ibu hamil akan mengalami kontraksi secara spontan. Namun, jika kontraksi tidak juga timbul, maka akan dilakukan induksi,’’kata dr Ekarini Aryasatiani, SpOG, spesisialis obstetri dan ginekolog, RS St Carolus, Jakarta.
World Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2009 terdapat 500 ribu ibu hamil, didapat sebanyak 200 ribu ibu hamil yang dilakukan induksi pada saat persalinan di seluruh dunia, sedangkan 300 ribu lain melakukan persalinan dengan sectio caesar (WHO, 2009). Saat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin sering dilakukan. American College of Obstetricians and Gynecologists (1999) berdasarkan resiko persalinan yang berlangsung secara cepat, tidak mendukung tindakan ini kecuali untuk indikasi-indikasi tertentu (rumah parturien yang jauh dari rumah sakit atau alasan psikososial).
Luthy dkk (2002): Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan kenaikan angka kejadian tindakan sectio caesar. Hoffman dan Sciscione (2003): Induksi persalinan elektif menyebabkan peningkatan kejadian sectio caesar 2 – 3 kali lipat. Menurut data dari World Health Organization, bahwa di Negara berkembang banyak terjadi. Induksi persalinan elektif pada kehamilan aterm sebaiknya tidak dilakukan secara rutin mengingat bahwa tindakan sectio caesar dapat meningkatkan resiko yang berat sekalipun jarang dari pemburukan out come maternal termasuk kematian. Induksi persalinan eletif yang dirasa perlu dilakukan saat aterm ( ≥ 38 minggu) perlu pembahasan secara mendalam antara dokter dengan pasien dan keluarganya.
Hasil survei demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah kasus pada ibu hamil yang dilakukan induksi pada saat persalinan sebanyak 250 ibu hamil, yang didapat dari hasil penelitian yang dilakukan di sejumlah rumah sakit umum di Indonesia. (Depkes RI, 2009)
Induksi sendiri, lanjutnya, dapat diartikan sebagai upaya untuk memunculkan His. ’’His merupakan jenis kontraksi yang sifatnya teratur. Frekuensinya pun makin lama makin sering, dan rasanya makin kuat,’’ucapnya. Berbeda dengan His, kontraksi bersifat hilang-timbul tidak beraturan.Induksi pesalinan yaitu suatu tindakan yang dilakukan terhadap ibu hamil yang belum inpartu untuk merangsang terjadinya persalinan. Induksi persalinan terjadi antara 10% sampai 20% dari seluruh persalinan dengan berbagai indikasi baik dari ibu maupun dari janinnya (Wing DA, 1999).
Indikasi terminasi kehamilan dengan induksi adalah KPD, kehamilan post term, polyhidramnion, perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta), riwayat persalinan cepat, kanker, PEB, IUFD (Orge Rost, 1995).
Hasil survey yang dilakukan oleh Depkes Sumatera Utara ditemukan sebanyak 250 ibu hamil per bulan dilakukan induksi saat persalinan akan dilakukan. (Depkes SUMUT, 2009)
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan, yaitu dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada dengan menimbulkan mulas/his. Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal.